Sabtu, 12 September 2015

SIDANG RAYA DEWAN GEREJA SEDUNIA DI JAKARTA 1975 ARTINYA BAGI DUNIA ISLAM: BAB I Teologi Kristen

19 Maret 2013 pukul 21:55

1.1 Cara Berpikir Sekuler Dari Barat
Kesalahan terbesar yang pernah dilakukan oleh bangsa Indonesia pada zaman penjajahan dan sekitar Peristitwa Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945, adalah anggapan bahwa semua agama itu sama.


Mendiang bekas Presiden Soekarno pernah mengadakan kuliah umum di UI sekitar tahun 1955, dan menggambarkan bahwa manusia tidak tahu di mana letaknya kebenaran. Mereka diumpamakan sebagai beberapa orang buta, masing-masing ingin memberi gambaran tentang gajah. Seorang diantara mereka yang memegang ekor gajah mengatakan bahwa gajah itu seperti panghalau lalat, seorang lagi yang kebetulan memegang kaki si gajah mengatakan gajah itu seperti ruas bambu besar tetapi agak lunak. Seorang lagi yang kebetulan memegang telinga si gajah menggambarkannya seperti daun lebar dan tebal, sedang yang kebetulan memegang belalainya mengatakan gajah itu seperti sesuatu yang bulat memanjang dan besar. Semua agama itu benar, hanya berbeda-beda dalam caranya.


Gambaran yang diberikan oleh mendiang Soekarno tersebut adalah sesuai dengan filsafat Barat yang berpengaruh pada masa pemimpin-pemimpin Nasional kita belajar di sekolah-sekolah Belanda, dimana mereka menerima pendidikan yang bersifat sekuler.


1.2 Sekularis, Imperialis, Missionaris Menggoncangkan Nilai-Nilai Azasi Bangsa Timur
Tetapi disamping kaum sekularis imperialis, di negara Barat terdapat pula kaum missionaris, yang walaupun tidak suka sekularism tapi mempergunakan imperialisme untuk maksud-maksud mereka.

Kaum imperialis Barat membenarkan penjajahan dan pemerasan mereka terhadap bangsa Timur dan berwarna dengan melancarkan slogan baru, yaitu "the white men's burden" atau "tugas bangsa kulit putih". Penjajahan adalah suatu misi suci, "mission sacree" kata mereka, untuk mempertinggi kebudayaan bangsa-bangsa yang terbelakang. Segala sesuatu yang datang dari Barat adalah baik dan tinggi mutunya dan segala sesuatu yang ada pada bangsa-bangra berwarna adalah rendah mutunya. Slogan "Tugas bangsa kulit putih" dan "Tugas Suci" telah lama didengung-dengungkan, sehingga tertanamlah pada diri bangsa Indonesia rasa dan anggapan bahwa slogan itu betul, bahwa daya fikir bangsa Indonesia lemah, bahwa apa yang mereka miliki tidak sepadan, bahkan jauh lebih rendah daripada yang dimiliki oleh orang kulit putih.


1.3 Dididik Untuk Memberikan Nilai Lebih Kepada Nilai Barat
Diantara hal-hal yang dipandang milik orang kulit putih adalah agama Nasrani , dan karena agama Nasrani dianut oleh orang kulit putih maka agama itu dipandang agama yang tinggi. Para ahli ilmu perbandingan agama sampai saat ini selalu menggambarkan adanya pembagian agama menjadi 2: agama yang rendah (lower religion) dan agama tinggi (higher religion). Tidak ada kriteria tertentu untuk membedakan agama mana yang rendah dan agama yang tinggi, tetapi kita selalu dibawa kepada kesimpulan, bahwa agama Nasrani adalah agama tertinggi dalam pandangan mereka.

Dalam mengupas soal-soal semacam itu kebanyakan para penulis menggambarkan masyarakat non-Kristen yang terbelakang dalam bermacam-macam bidang kehidupan, kemudian membandingkannya dengan masyarakat bangsa kulit putih yang serba maju.

Akibat kebodohan bangsa-bangsa kulit berwarna yang tidak mengetahui agama Kristen dan sejarahnya, mereka percaya akan segala kata-kata penulis Barat itu. Mereka menganggap peradaban Barat identik dengan kemajuan dan agama Kristen, serta mereka merasakan ada assosiasi antara Barat, Nasrani dan kemajuan disatu pihak, dengan Islam, Hindu, Budha, kulit berwarna dan keterbelakangan dilain pihak.


1.4 Dasar-Dasar Yang Diragukan

Sebagai akibat aliran "Romanticism" yang ingin kebebasan dari tradisi, kebebasan gaya sastra dan kebebasan dari Gereja, pada abad 19 muncullah pengetahuan yang dinamakan "Biblical Criticism", artinya menyelidiki Bible dengan kritis, tidak hanya dengan rasa iman dan percaya. "Biblical Criticism" menempuh 2 tahap: "lower criticism" atau kritik tahap rendah dan "higher criticism" atau kritik tahap tinggi. Kritik tahap rendah adalah mengenai teks, lafal daripada Injil, untuk menentukan manuskrip mana yang lebih dapat dipercaya. Adapun kritik tahap tinggi membicarakan hal-hal yang lebih penting dan yang berakibat gawat. Dengan "historical criticism", yakni ilmu kritik sejarah, orang dapat menentukan bahwa 5 bab pertama daripada Perjanjian Lama tidak ditulis sendiri oleh Nabi Musa. 5 bab tersebut (Taurat) dianggap sebagai suatu karangan yang ditulis oleh sedikitnya 4 orang. 3 Injil yang pertama, yaitu Matheus, Marcus, Lucas, juga dianggap sebagai Injil yang ditulis lebih dahulu daripada Injil yang ke-4, atau Injil Yahya, dan dianggap lebih dapat dipercaya [A Layman Guide to Protestant Theology, hal. 42].

Tetapi yang merupakan bahaya besar bagi agama Kristen adalah bahwa "higher criticism" telah menimbulkan keragu-raguan diantara umat Kristen terhadap keyakinan bahwa Injil itu adalah wahyu. Memang sebelum ada kritik, orang Kristen percaya bahwa sesungguhnya Injil dengan susunannya sekarang, kalimat-kalimatnya, koma dan titik atau titik-koma, semuanya itu wahyu. Tetapi itu menjadi pudar.



Sebagai akibat dari kepudaran keyakinan bahwa Injil itu wahyu, muncullah karangan-karangan mengenai sejarah hidup Nabi Isa. Yang pertama ditulis oleh seorang Jerman,David Friedrich Strauss (1836) dan yang kedua oleh seorang Perancis, Ernest Renan(1863). Kedua karangan tersebut menggambarkan Yesus sebagai orang biasa, bukan Tuhan dan bukan tukang buat mukjizat atau hal-hal ajaib.


1.5 Kemerosotan Dalam Akidah Nasrani
Friedrich Daniel Ernst SchleiermacherFriedrich Daniel Ernst Schleiermacher

Albrecht RitschlAlbrecht Ritschl

Kemerosotan akidah Nasrani telah sampai kepada titik yang sangat rendah dengan buku-bukunya Strauss dan Renan. Maka para pencinta agama Kristen berusaha mencari jalan untuk mempertahankan akidah mereka. Jalan itu mereka dapatkan dalam tenaga dua orang Jerman, yang masing-masing bernama Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher(1768-1834) dan Albrecht Ritschl (1822-1889). Menurut Schleiermacher soal bukti adanya Tuhan, kewahyuan Injil, adanya mukjizat-mukjizat dan lain-lain, adalah soal-soal yang tidak pokok (on the outside fringe) bagi agama. Agama bukan hal-hal rasionil, tetapi perasaan, feeling atau intuisi, maksudnya adalah rasa yang bersandar pada suatu zat yang lebih tinggi. Sayangnya, dalam agama Kristen hal ini telah ditutup oleh soal-soal kepercayaan Gereja, sehingga orang mengira bahwa jika seseorang menentang pendapat Gereja yang tradisionil, orang itu terkeluar dari agama. Tetapi merupakan suatu kekeliruan besar. Dengan demikian maka menurut Schleiermacher, "Biblical Criticism" tidak perlu dikhawatirkan akan melemahkan agama Kristen.

Augustinus/St. Augustine of Hippo (354-430)Augustinus/St. Augustine of Hippo (354-430)

Albrecht Ritschl berpendapat bahwa agama bukan teori. Agama adalah soal yang praktis. Agama harus dimulai dengan menjawab pertanyaan: Apakah yang harus kuperbuat supaya selamat? Yakni selamat dari dosa dan dari mementingkan diri sendiri, dari ketakutan, dan lain-lain. Ritschl tidak suka teori, oleh karena itu ia tidak percaya kepada dosa asal, yang mula dicetuskan oleh Augustinus/St. Augustine of Hippo (354-430).

Bagi Ritschl, Tuhan tak dapat diketemukan dalam alam, akan tetapi dalam sejarah, yakni sejarah Jesus. Baginya Tuhan tak dapat difaham dengan intuisi seperti yang dikatakan Schleiermacher, akan tetapi Tuhan adalah postulat untuk memberi nilai kepada manusia: "God is the necessery postulate to explain the sense of worth that man has". Bagi Ritschl pertentangan antara agama dan ilmu timbul karena dua sebab, yaitu: jika agama membicarakan fakta atau jika ilmu membicarakan soal-soal nilai, meskipun dua bidang itu harus berdampingan, tetapi bidang-bidangnya itu tidak boleh dicampur-adukan. Jika agama mengatakan teori evolusi itu keliru, maka agama akan ditertawakan orang. Dan jika ilmu berkata, bahwa karena ada evolusi, maka tak ada perbedaan antara manusia dan binatang, kesimpulan itu juga tidak tepat.

Mengenai "Biblical Criticism" Ritschl mengatakan bahwa "Biblical Criticism" mengikuti ilmu pengetahuan. Ia menetapkan, siapa pengarang sesuatu bagian Injil, kapan ditulisnya dan sebagainya, semua ini merupakan fakta. Pada saat kita membicarakan nilai, barulah kita memasuki urusan agama. Oleh karena itu, jika "Biblical Criticism" mengingkari mukjizat Jesus atau kelahirannya dari Perawan Maryam, hal itu tidak mengurangi iman kita kepada Jesus. Percaya bahwa Jesus itu Tuhan, tak ada hubungannya dengan "Biblical Criticism" (Pendapat ini sukar diterima, Rsd). Bahwa Jesus itu Tuhan (divine) dasarnya adalah fakta, bahwa selama ini orang (Eropa) mendapatkan nilai-nilai dalam Jesus.

Adolf von HarnackAdolf von Harnack


Adolf von Harnack telah menyebarluaskan pendapat Ritschl. Dalam karangannya "What is Christianity?" (1901), ia menyajikan agama Nasrani dalam bentuk sangat sederhana. Agama Nasrani terdiri dari 3 hal:
a) Percaya kepada Tuhan Bapa semua manusia
b) Percaya bahwa semua manusia itu anak suci Tuhan
c) Percaya kepada nilai yang sangat tinggi bagi Roh mereka.

Harnack mengingkari mukjizat-mukjizat Jesus dan yakin bahwa Jesus bukan Tuhan. Bagi Harnack asal kekeliruan akidah Nasrani adalah Paulus serta filsafat Yunani (neo-Platonism) yang merobah Injil yang sederhana itu menjadi teologi yang sukar difahami oleh manusia. Harnack berkata bahwa manusia harus kembali kepada agama Jesus (Religion of Jesus) dan bukan agama tentang Jesus (Religion about Jesus) yang diciptakan Paulus.


1.6 Alam Pikiran Liberalisme Menambah Kegoncangan-Kegoncangan Akidah
Pengaruh Schleiermacher dan Ritschl sampai ke Amerika Serikat pada akhir abad 19 dan menumbuhkan aliran liberalism. Apakah liberalism itu? Untuk memahami liberalism kita lebih dahulu harus mengetahui bahwa liberalism itu mempunyai 2 unsur, pertama: metode dan kedua: buah fikiran-fikiran yang khas bagi kelompok liberal. Inti metode liberalism adalah:
i). bahwa dunia itu sudah berobah, banyak berlainan dengan zaman penulisan Injil. Karena itu akidah Kristen yang dibuat Gereja pada 3 abad pertama Masehi, sekarang susah diterima orang.ii). tidak terima akidah atas dasar otoritas saja. Akal harus diberi tempat. Oleh karena itu kaum liberal menerima "Higher Criticism" dengan gembira.

Diantara pokok-pokok buah fikiran yang merupakan ciri khas bagi kaum liberal kami sebut:
a) Liberalism mempunyai latar belakang filsafat idealism sebagai yang diajarkan oleh Hegel(1770-1831) dan Latz (1817-1881) dan yang disiarkan di Amerika oleh Josiah Royce. Sebagai akibat dari filsafat idealism itu, pengikut liberalism berpendapat bahwa Injil adalah simbol dan Tuhan itu berada dalam segala proses yang terjadi di dunia. Dan oleh karenanya, kita tidak bersandar dalam kehidupan kita kepada wahyu (revelation), dan oleh karena salah satu bukti tentang adanya Tuhan adalah pengalaman keagamaan (Religious Experience) dan pengalaman keagamaan ini tidak hanya terdapat dalam agama Kristen, maka agama-agama lain juga mempunyai wahyu (revelation). Sedang pengikut liberalisme bernama D. M. Edward, berkata: "Semua pengetahuan itu wahyu, sehingga ilmu pengetahuan (science) sama dengan doktrin Kristen".[Laymen's Guide to Protestant Theology].

Dengan ide tentang wahyu sebagai tersebut diatas, liberalism menerima "higher criticism" dengan gembira. Mereka tidak perlu mengatakan bahwa Injil itu adalah kata-kata Tuhan yang tidak mungkin keliru.

b) Mengenai Jesus, banyak pengikut liberalism yang mengatakan bahwa Jesus adalah tidak kurang dan tidak lebih dari seorang pemimpin agama yang besar dan hidup berbudi-pekerti.
William Adams Brown berkata: "Jesus adalah otoritas bagi umat Kristen karena 3 hal :
i. Ia adalah contoh yang terang bagi kehidupan yang dikehendaki oleh ummat Kristen.
ii. Jesus memberi contoh yang harus ditumbuhkan dalam masyarakat dan
iii. Jesus merupakan simbol sumber kekuatan bagi mereka yang berhasrat memenangkan kehidupan kasih sayang sesama manusia di dunia.

c) Kebanyakan kaum liberal ingin memahami siapakah Jesus sebenarnya dalam sejarah. Sebagai pendorong untuk mengadakan penyelidikan tentang Jesus, mereka memakai semboyan "Not Christ, but Jesus" (Bukan Kristus, tetapi Isa) yakni bukan doktrin yang sudah diolah gereja, tetapi kehidupan Isa, nabi yang datang dari Galilee. Mereka juga punya slogan "The Religion of Jesus and not the theology of Paul", yakni mereka menghendaki agama yang dibawa Isa, bukan teologi yang tumbuh karena Paul yang menjadi Kristen setelah Isa meninggal.

d) Karena liberalism menghilangkan perbedaan antara wahyu dan pengetahuan, maka mereka juga menghilangkan perbedaan antara manusia pada umumnya dan Jesus. Semua orang adalah anak Tuhan secara potensiil. Yesus lebih sempurna daripada orang biasa. Ini berarti bahwa ketuhanan (divinity) Jesus tidak boleh diartikan menurut keputusanKonsili Necca tahun 325 A.D, yang mengatakan bahwa Jesus itu terdiri dari substansi yang sama dengan substansi Tuhan.

e) Liberalisme mengingkari adanya dosa asal (orginal sin). Mereka bukannya tidak insaf bahwa manusia itu tidak sempurna, akan tetapi mereka menganggap bahwa manusia itu tidak bersifat jahat sebagai sifat dasarnya. Dengan dididik manusia dapat menjadi baik. Selain itu manusia juga bertingkat-tinkat dalam kejahatan dan dosanya, ada yang banyak dan besar kejahatannya dan ada pula yang dekat kepada kesempurnaan.

f) Diantara aliran-aliran liberalism ada yang disebut "Social Gospel", salah seorang pemimpinnya ialah Reinhold Niebuhr. Sesungguhnya "Social Gospel" itu sama tuanya dengan agama Nasrani, karena dari semula Jesus memimpin masyarakat.  Akan tetapi ada perbedaan antara "Social Gospel" zaman permulaan agama Nasrani dan "Social Gospel" pada akhir abad 19 dan permulaan abad 20. "Social Gospel" sekarang merupakan suatu kontras dengan agama Nasrani yang dianut oleh kelompok ortodok dan fundamentalis. Niebuhr mengatakan bahwa tidak cukup untuk menyebarkan agama yang maksudnya menyelamatkan seseorang dari Neraka. Bagaimana dapat menyelamatkan perorangan jika karena sesuatu sistem sosial buruk beribu-ribu manusia menderita. Bagi aliran "Social Gospel" manusia itu sangat dipengaruhi oleh masyarakat dimana ia hidup. Jika masyarakat bejat (corrupt), maka masyarakat itu juga akan merusak manusia yang hidup didalamnya. "Social Gospel" percaya bahwa yang dinamakan "Kingdom of God" (Kerajaan Tuhan) bukanlah masyarakat sesudah kita mati dan hidup lagi, bukan pula masyarakat yang didirikan oleh kekuatan gaib setelah Kristus datang lagi. Kerajaan Tuhan adalah masyarakat yang adil dan makmur.


1.7  Kelompok-Kelompok Aliran Liberalisme
Disamping kita mengetahui buah fikiran-fikiran pengikut liberalism, perlu juga kita mengetahui kelompok-kelompok mereka:
Pertama: Kelompok Humanis yang pada tahun 1933 menyiarkan manifesto yang bercorak naturalistis, tidak percaya kepada adanya Tuhan, keabadian roh manusia dan adanya segala sesuatu yang gaib (supernatural).

Kedua: Kelompok "Empirical Philosophy of Religion". (Filsafat Agama berdasarkan teori, bahwa satu-satunya sumber pengetahuan ialah pengalaman-pengalaman/empiris manusia yang didapatkan lewat pancaindranya).
Perbedaan antara kelompok pertama dan kedua ialah bahwa kelompok kedua ini menganggap pengalaman empiris manusia sebagai satu-satunya sumber segala pengetahuan, sedangkan kelompok pertama mendasarkan teori mereka pada manusia, situasinya dan nasibnya di dunia. Baik kelompok Humanis maupun "Empirical Philosophy of Religion" tidak banyak pengikutnya, karena terlalu jauh dari keortodokan.

Ketiga: Terdiri dari kebanyakan kaum liberal, diantaranya terdapat nama-nama Harry Emerson FosdickW.A. BrownRufus Jones, dan lain-lain.

Rufus Jones berpendirian bahwa:

a) Injil bukannya kitab yang kebal dari kesalahan (infallible). Injil mengandung tulisan-tulisan manusia, didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan (errors), dari hal yang remeh (triviality) sampai hal yang jahat (actual evil). Tetapi meskipun demikian Rufus Jones dapat merasakan di sela-sela itu semua, di belakang para penulis Injil itu, suara yang datang dari Tuhan.

b) Perdebatan apakah Jesus itu Tuhan ataukah manusia, timbul karena salah mengerti tentang konsep manusia. Jika kita hanya ingat segi kebinatangan manusia, mustahillah kita akan dapatkan manusia dan Tuhan bersatu. Akan tetapi, jika kita ingat, bahwa manusia juga punya segi spirituil, maka soalnya menjadi lebih mudah.
Bagi kelompok ketiga yang diikuti oleh kebanyakan kaum liberal, ada yang dinamakan Tuhannya Isa: God of Jesus; disamping itu mereka mengatakan bahwa Jesus adalah "revelation of God", penjelmaan Tuhan.

Demikianlah ringkasan ajaran liberalism dalam agama Nasrani. Sebagai seorang Islam, dapat merasakan betapa dekatnya pendirian itu dengan faham Islam. Isa bukan Tuhan, tetapi sekedar pemimpin dan guru besar. Injil mengandung kesalahan-kesalahan, hal yang remeh dan hal yang jahat, tetapi dalam keseluruhan mempunyai arti sejarah yang penting, manusia tidak mempunyai dosa asal.


1.8 Di Barat Sendiri Orang Mulai Ragu-Ragu Dan Kehilangan Pegangan
Bagi penganjur agama Nasrani, aliran liberalism melemahkan sendi agama Nasrani. "Biblical Criticism" mengakibatkan manusia tidak memandang Injil sebagai wahyu, akan tetapi sebagai kumpulan tulisan-tulisan orang yang didorong oleh Iman. Inilah arti wahyu. Dengan adanya Perang Dunia I dan II, orang-orang Barat kehilangan pegangan; mengenai Injil mereka sudah tidak lagi mempercayainya sebagai wahyu yang sunyi dari salah, sedangkan tentang akal, mereka sudah mulai ragu-ragu akan kemampuannya. Maka diusahakanlah mencari pegangan baru supaya orang tetap beragama Nasrani.

Søren Aabye KierkegaardSøren Aabye Kierkegaard

Akhirnya, mereka mendapatkan tulisan-tulisan peninggalan dari Søren Aabye Kierkegaard, seorang penulis Denmark yang hampir tak dikenal orang, karena buku-bukunya ditulis dalam bahasa negaranya. (hidup pada 1813-1855)

Kierkegaard dianggap sebagai seorang existensialis, yaitu seorang yang beranggapan, bahwa fikiran yang benar adalah fikiran yang dimulai dengan fakta bahwa seseorang tertentu berada dalam situasi tertentu. Ia menentang fikiran-fikiran abstrak. Ia mengatakan bahwa orang -orang fundamentalis dan liberal selalu mempersoalkan isi kepercayaan terhadap sesuatu agama. Fundamentalis mengatakan, bahwa kebenaran sudah terkandung dalam kitab suci, sedangkan kaum liberal mengatakan bahwa dalam agama Nasrani manusia dapat merasakan ekspresi kebenaran yang terdapat dimana-mana secara samar. Kierkegaard tidak mempersoalkan apakah isi agama Nasrani, akan tetapi ia bertanya: Apakah artinya seseorang menjadi pemeluk agama Nasrani? Bagaimanakah seseorang menjadi pemeluk agama Nasrani? Perbedaan antara pendirian Kierkegaard dan pendirian liberalism sesungguhnya tidak banyak, tetapi sebagai kata Fosdick: Liberalism terlalu mementingkan segi rasionil dari agama Nasrani.

Kierkegaard berpendapat bahwa orang-orang Nasrani di Denmark serta pendeta-pendeta gereja negara bukan orang Nasrani sungguh-sungguh, akan tetapi hanya orang Nasrani nominal, menurut nama atau Nasrani statistik. Seorang dapat menjadi orang Nasrani sungguh-sungguh dengan jalan: loncatan kepercayaan (leap of faith), artinya kesanggupan radikal untuk merobah cara hidupnya. Hal ini adalah karena fikiran manusia tidak dapat melewati batas kemampuannya. Manusia tak dapat memahami Tuhan dan soal-soal gaib. Loncatan kepercayaan tersebut bukan tidak rasionil, oleh karena jika manusia mempelajari situasinya, ia akan merasa putus asa, dan dalam putus asa ia akan menerima segala hal yang dapat menolongnya.

Keragu-raguan tak dapat dihindarkan seluruhnya. Tetapi dengan loncatan kepercayaan manusia mendapat pegangan dalam menghadapi nasibnya dan menentukan sikapnya.

Kierkegaard dianggap sebagai pelopor teologi baru. Teologi kemudian berkembang lagi kearah keortodokan, yaitu yang disebut "Neo Orthodoxy". Pendiri Neo Orthodoxy adalahKarl Barth (1886-1968, http://kbarth.org/biography/), pengarang buku "Church Dogmatic"- (https://www.logos.com/product/5758/barths-church-dogmatics). Barth dipopulerkan di Amerika Serikat oleh Heinrich Emil Brunner (1889-1966,http://www.britannica.com/biography/Emil-Brunner).
Heinrich Emil BrunnerHeinrich Emil Brunner

Barth sebagai pemimpin Neo Orthodoxy berpengaruh besar, khususnya diantara kaum Protestan Indonesia. Fikiran-fikirannya bersifat ortodok. Mula-mula ia sependapat dengan Schleiermacher yang memgatakan bahwa agama itu ada didalam dada setiap manusia sebagai rasa ketergantungan (feeling of dependence) dan rasa berhadapan dengan zat yang tak terbatas (feeling of infinite). Tetapi pada Perang Dunia I, Barth melihat banyak pemimpin-pemimpin agama Kristen yang mengikuti Pemerintah mereka yang sedang berperan dan merusak sesama manusia. Oleh karena itu Barth sadar bahwa agama bukanlah didalam dada manusia, tetapi diluar manusia. Agama merupakan petunjuk yang "transcendent", seperti yang menjadi kepercayaan orang Kristen sebelum timbulnya pengetahuan "Biblical Criticism".

Teologi Kart Barth dinamakan "dialectic theology"; maksudnya ialah: Tuhan bukan seperti manusia dengan segala sifat manusia sempurna, yakni pendapat aliran yang dinamakanVIA POSITIVA. Bukan pula Tuhan itu tidak sebagai sesutu apapun yang ada, yakni aliran yang disebut VIA NEGATIVA. Akan tetapi Tuhan itu adalah unik, merupakan Zat yang ada segi-segi negatifnya, tetapi ada pula segi positifnya, dan kedua segi itu selalu ada berbarengan dan salhng mempengaruhi. Inilah yang dinamakan dialektik dan karena itu teologi Karl Barth dinamakan Teologi Dialektik.


--BERSAMBUNG--


Sumber: "SIDANG RAYA DEWAN GEREJA SEDUNIA DI JAKARTA 1975 ARTINYA BAGI DUNIA ISLAM", oleh Prof DR. H.M. Rasjidi, hal. 11-24
Foto/Editor: Rahmat El Sukny

(bersambung ke Bab II: Kaum Missionaris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar